Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membongkar surat laporan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana terkait transaksi janggal Rp349 triliun. Hal ini dibeberkan Sri Mulyani usai melakukan rapat bersama Menkopolhukam Mahfud MD dan PPATK di Kemenkopolhukam pada Senin (20/3/2023).
Sri Mulyani mengatakan, pada awalnya Kemenkueu hanya mendapatkan surat bernomor SR2748/AT.01.01/III/2023 pada tanggal 7 Maret 2023. Surat itu berisi seluruh surat-surat dari PPATK kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utamanya Inspektorat Jenderal, selama periode 2009-2023.
“Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi, jadi dalam hal ini hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis oleh PPATK dan kemudian tindak lanjut dari Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (20/3/2023).
Kemudian, Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan ada nilai transaksi senilai Rp300 triliun. Saat itu, perempuan yang akrab disapa Ani itu belum menerima surat berisi nilai transaksi tersebut. Baru pada 13 Maret 2023, PPATK mengirimkan kembali surat bernomor SR3160/AT.01.01/III/2023. Tebalnya 46 halaman yang berisi rekapitulasi data hasil analisa dan pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan periode 2009-2023. “Lampirannya itu daftar surat yang ada di situ 300 surat dengan nilai transaksi Rp349 triliun,” ungkap dia.
Sri Mulyani membagi surat tersebut ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, 65 surat yang berisi transaksi keuangan dari perusahaan, badan, atau perseorangan dengan total nilai transaksi sebesar Rp253 triliun. “Artinya PPATK menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti, yang ditengarai ada mencurigakan dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa menindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi kita,” jelas Sri Mulyani.
Kelompok surat yang kedua, 99 surat dari PPATK yang dikirimkan kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksi sebesar Rp74 triliun. Sedang kelompok surat yang ketiga, berisi 135 surat yang menyangkut nama pegawai Kementerian Keuangan. “Ada 135 surat dari PPATK yang menyangkut nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil. Kalau Rp253 triliun ditambah Rp74 itu sudah lebih dari Rp300 triliun,” kata Sri Mulyani.
Salah satu surat yang paling menonjol dari ratusan surat dari PPATK adalah surat nomor 205/PR.01/2020 yang dikirimkan pada bulan 19 Mei 2020. Surat tersebut menyebutkan ada nilai transaksi sebesar Rp189,273 triliun. Transaksi itu pun ditelusuri oleh pihak Bea Cukai dan Pajak. Sri Mulyani menegaskan, pihaknya sangat menghargai data yang diberitakan oleh PPATK guna menelusuri adanya transaksi mencurigakan lainnya dalam rangka memberantas korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Sri Mulyani mengatakan, pada awalnya Kemenkueu hanya mendapatkan surat bernomor SR2748/AT.01.01/III/2023 pada tanggal 7 Maret 2023. Surat itu berisi seluruh surat-surat dari PPATK kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utamanya Inspektorat Jenderal, selama periode 2009-2023.
“Surat ini adalah tanpa ada nilai transaksi, jadi dalam hal ini hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama orang yang ditulis oleh PPATK dan kemudian tindak lanjut dari Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (20/3/2023).
Kemudian, Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan ada nilai transaksi senilai Rp300 triliun. Saat itu, perempuan yang akrab disapa Ani itu belum menerima surat berisi nilai transaksi tersebut. Baru pada 13 Maret 2023, PPATK mengirimkan kembali surat bernomor SR3160/AT.01.01/III/2023. Tebalnya 46 halaman yang berisi rekapitulasi data hasil analisa dan pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan periode 2009-2023. “Lampirannya itu daftar surat yang ada di situ 300 surat dengan nilai transaksi Rp349 triliun,” ungkap dia.
Sri Mulyani membagi surat tersebut ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, 65 surat yang berisi transaksi keuangan dari perusahaan, badan, atau perseorangan dengan total nilai transaksi sebesar Rp253 triliun. “Artinya PPATK menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti, yang ditengarai ada mencurigakan dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu supaya Kemenkeu bisa menindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi kita,” jelas Sri Mulyani.
Kelompok surat yang kedua, 99 surat dari PPATK yang dikirimkan kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksi sebesar Rp74 triliun. Sedang kelompok surat yang ketiga, berisi 135 surat yang menyangkut nama pegawai Kementerian Keuangan. “Ada 135 surat dari PPATK yang menyangkut nama pegawai Kementerian Keuangan, nilainya jauh lebih kecil. Kalau Rp253 triliun ditambah Rp74 itu sudah lebih dari Rp300 triliun,” kata Sri Mulyani.
Salah satu surat yang paling menonjol dari ratusan surat dari PPATK adalah surat nomor 205/PR.01/2020 yang dikirimkan pada bulan 19 Mei 2020. Surat tersebut menyebutkan ada nilai transaksi sebesar Rp189,273 triliun. Transaksi itu pun ditelusuri oleh pihak Bea Cukai dan Pajak. Sri Mulyani menegaskan, pihaknya sangat menghargai data yang diberitakan oleh PPATK guna menelusuri adanya transaksi mencurigakan lainnya dalam rangka memberantas korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Tags:
HUKUM